Eet Sjahranie | |||
---|---|---|---|
Latar belakang | |||
Dilahirkan dengan nama | Zahedi Riza Sjahranie | ||
Asal | Bandung, Indonesia | ||
Genre | Instrumental rock Hard rock Progressive metal Progressive rock Heavy metal | ||
Instrumen | Gitar | ||
Tahun aktif | 1980 - sekarang | ||
Artis terkait | EdanE God Bless Superdigi Cynomadeus | ||
Instrumen khusus | |||
Ibanez Gibson SG Cort KX Custom Marlique GES Eet Sjahranie Signature Series |
Sejarah Karier
Eet Sjahranie selalu dihubungkan dengan kepiawaiannya memetik dawai gitar. Setelah Ian Antono, Eet disebut-sebut sebagai jawara gitar di tanah air. Imej itu memang layak disandangnya. Terlebih ia kini menjadi salah satu gitaris grup rock Indonesia yang cukup disegani, EdanE. Dilahirkan di Bandung, 3 Februari 1962 dengan nama Zahedi Riza Sjahranie, anak ketujuh dari kedelapan bersaudara ini mulai menyenangi musik saat menginjak usia 5 atau 6 tahun. Maklum kakak-kakanya sering memutar lagu-lagu barat, seperti Deep Purple, Jimi Hendrix, Led Zeppelin, The Beatles, hingga Bee Gees.Kendati diakuinya hal itu sedikit banyak memengaruhi kepekaan rasanya dalam bermusik, bukan gara-gara itu yang menggugah hatinya belajar gitar. "Justru yang membuat saya mendalami musik karena melihat Koes Plus. Asyik banget melihat aksi panggung Yok atau Yon Koeswoyo," ujar Eet mengenang. Awalnya ia belajar gitar dengan seorang anak yang jadi yang juru parkir di depan sekolahnya di Samarinda Kalimantan Timur, tempat keluarganya bermukim saat itu. Sehabis pulang sekolah, ia selalu mengajak sohib-sohibnya belajar gitar bersama. Sejak itu "secara alamiah saya belajar sendiri," tuturnya. Mulai dari lagu daerah, folksong, dangdut sampai lagu-lagu pop yang sedang populer saat itu ia coba untuk mencari akord-akordnya.
Di masa kecil, sesekali Eet sering diajak ayahnya, Abdoel Wahab Sjahranie yang pernah jadi Gubernur Kalimantan Timur 1967-1977, ke Jakarta, sekalian mengunjungi kakaknya yang sedang studi di Ibukota. Sang kakak kebetulan mahir bermain gitar klasik. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eet untuk mencuri ilmunya. "Lumayan ia mengajarkan satu lagu klasik," katanya Sekembalinya, Eet menunjukan kebolehannya di hadapan teman-temannya. Merasa mendapat perhatian lebih dari kawan-kawannya, Eet kian percaya diri untuk lebih mendalami teknik permainan gitar. Lagu-lagu yang rhythm dan petikan melodinya enggak gampang, ia jelajahi. Keinginannya pun semakin menggebu ketika orangtuanya membelikan gitar elektrik. Berbeda yang ia alami saat memetik gitar akustik, dengan gitar elektrik ia mulai tahu sound-sound aneh. Referensi musiknya sedikit demi sedikit mulai bertambah. "Orientasi saya tidak lagi dengar lagu-lagu Indonesia, tapi lagu-lagu barat. Kayaknya lebih asyik," tutur Eet.
Pada 1978, keluarga Sjahranie boyong ke Jakarta. Ia melanjutkan sekolah di Perguruan Cikini. Tahu Eet jago main gitar, teman-teman sekolahnya yang suka ngeband mengajaknya ikut Festival Band SLTA se-Jakarta. Tak disangka, Eet mendapat gelar gitaris terbaik, sedang Cikini's Band menduduki peringkat kedua. Selain itu, Eet ikut membantu pengisi musik untuk operet sekolahnya. Di situ ia bertemu Iwan Madjid, yang lalu mengenalkannya dengan Fariz RM dan Darwin. Temu punya temu, mereka sepakat membentuk grup band, namanya WOW. "Tapi belum terealisir saya sudah kadung pergi ke Amerika," ujar Eet. (WOW sendiri sempat mengeluarkan album, minus Eet). Di negeri Paman Sam, Eet mengambil Workshop Recording Sound Engineering di Chillicote, Ohio selama tiga bulan. Selama di sana, ia banyak bertemu musisi Indonesia, yang juga sedang studi musik, antara lain kawan lamanya Fariz RM dan Iwan Madjid, serta Ekie Soekarno. Pertemanan mereka berlanjut sampai di tanah air. Dalam beberapa kesempatan, Eet kerap diajak rekaman. Saat Fariz RM menggagas proyek album Barcelona, Eet mengisi sound gitarnya. Atau waktu Ekie Soekarno membuat album Kharisma I dan Kharisma II. Saat menggarap album Ekie, Eet bertemu Jockie Surjoprajogo, yang lalu mengajaknya masuk God Bless, menggantikan posisi Ian Antono. Tak hanya sebagai player, Eet juga ditawari produser rekaman untuk menggarap beberapa proyek album solo rock. Dari beberapa nama yang diajukan, Eet memilih Ecky Lamoh. Alasannya, ia sudah tertarik dengan warna vokal Ecky sejak sama-sama mengisi album Kharisma-nya Eki Soerkarno. Tapi, Eet ingin format solo album diubah menjadi duo. Titelnya "E dan E", singkatan dari Ecky Lamoh dan Eet Sjahranie. Namun, ditengah jalan, kedua musisi ini malah membentuk grup band. Fajar S. (drum) dan Iwan Xaverius (bas) yang sejak awal ikut merancang konsep album mereka, diajak bergabung. Jadilah namanya berubah menjadi EdanE.
Bersama EdanE, Eet mencurahkan kemampuannya dalam bermain gitar. Impiannya menjadikan grup rock, yang paling tidak secara musical sama kualitasnya dengan grup-grup rock dari luar, berusaha ia wujudkan. Hasilnya, semua orang mengakui Eet terbilang berhasil mempresentasikan musik rock yang bermutu. Sayatan-sayatan gitar yang bertehnik serta eksperimen distorsi sound-nya yang njelimet, banyak membuat orang berdecak. Maka, tidak terlalu berlebihan jika ia dijuluki salah satu kampiun gitar rock di Indonesia.
Bersama EdanE, Eet telah banyak memiliki penggemar karena cara dia memainkan gitar sungguh tak dapat dipandang sebelah mata. Dalam debutnya bersama EdanE, Eet telah mengeluarkan 6 album.
Diskografi
- The Beast
- Evolusi
- Ikuti
- The Beast
- Masihkah Ada Senyum
- Menang Atau Tergilas
- Life
- Opus #13 (Ringkik Turangga)
- Liarkan Rasa
- You Don't Have To Tell Me Lies
Dalam album ini yang menjadi hits adalah "Ikuti" dan "The Beast" karena cara mereka mengarensemen musiknya sungguh sangat luar biasa dengan kegarangan Eet bersama uara melengking Ecky dan tak lupa dentuman drum Fajar yang dibarengi dengan cabikan bas Iwan, membuat para pecinta musik pada era tersebut merasakan ada nuansa musik baru yang menggetarkan jiwa. Namun itu semua tak berlangsung lama karena ada masalah intern dalam tubuh EdanE yang membuat Ecky harus hengkang dari EdanE. Namun demikian EdanE tetap berjalan terus.
- Jabrik
Dalam album ini bisa dikatakan EdanE seperti tak dapat tertandingi. karena dalam kepiwaian dan kepropesioanal masing masing mereka dapat menciptakan lagi album yang sungguh membuat bulu kuduk merinding. banyak sekali melodi yang sangar namun harmonis di ciptkan oleh eet dan juga tak lupa dalam Album ini mereka bertambah sangar dengan masuknya Heri batara kedalam formasi ini, dimana swara heri yang serak namun melengking itu membuat EdanE memiliki musik yang jarang di indonesia saat itu malahan mungkin hanya mereka yang memiliki warna seperti itu. Wake of storm, jungle beat, call me wild, pancaroba, waydown, alam manusia,jabrik, burn it down juga menampilkan kegarangan eet dimana soundnya dalam memainkan gitar tersebut sangat terasa sekali warna seorang eet yang sangat dikagumi. apalagi dalam album ini iwan xaverius juga memperlihatkan skilnya dalam hits nya I.X.S (Iwan Xaverius Solo), dan juga eet sjahranie yang memainkan musik sedikit melow namun tetap garang dalam album ini, apalagi kalau bukan victim of the strife, swara heri batara yang serak tersebut saat menyanyikan victim of the strife seperti mengingatkan kita pada musisi - musisi luar negeri van halen, yngwie malmsteen, deep purple, dll.
- Borneo
- Borneo I - Borneo II
- Semua Begini
- Free Granny
- Mimpi
- Kebebasan
- Lari
- Lukisan Dunia
- Satu
- 9299 (kompilasi)
- Rock On
- Dengarkan Aku
- Ikuti
- Big Town
- Pancaroba
- The Beast
- Untuk Dunia
- Borneo
- Free Granny
- 170 Volts
- 170 Volts
- Kau Pikir Kaulah Segalanya
- Saksi Anarki
- Luzadis
- Hilang
- Bus Station
- Fitnah
- Lari II
- Bintang Masa Depan
- Goblog
- Kau Ku Genggam
- Paraelite
- Time to Rock (2005)
- Rock in 82
- Kilat
- Takkan menghilang
- Cahaya
- Ini aku
- Cry out
- Time to rock
- Judgement day
- Time & time
- D14
- Sampai Kapan
- Untuk Dunia